Tuesday, December 25, 2012

Shit happens!

I can't go there.

You seem so happy. I would like to make myself as unknown creature..an unexist person in their eyes.

So, this is the feeling of being alone. Where all your friends are busy with their lover and you stand alone in the crowded..in their happy moment..you still feel so empty.
Just like a glass ready to break down. They don't care or maybe they forget i'm here.

Hello, i said. And no answer.

I have a fragile heart. And nobody cares.
I don't ask all of you to care. Hello..i'm here.The reality is I'm exist. I'm not a ghost.

We laught together.
We had lunch together.
We studied together.
We did silly behaviour together.
Don't you remember? Huh?!

The path of our thought may be different, but why me?
Why you have to victimize me? Should i ask this question?

I feel stupid. 

I try to understand but i can't. Too complicated. I hate myself for being so stupid nowadays.

How could i still alive?

Survive among these shits-happen ?!

Monday, December 10, 2012

STOP Child Abuse!


Child abuse atau kekerasan pada anak adalah tindakan orang dewasa yang bersifat menganiaya atau memperlakukan anak secara salah, baik secara mental dan fisik.

Belakangan sudah sering kita amati di lingkungan sekitar. Kasusnya semakin meningkat.
Mungkin bagi banyak orang, persoalan kekerasan pada anak ini semacam hanya urusan anak dan orangtua semata. Padahal anak-anak juga merupakan anggota mahluk sosial di masyarakat yang butuh perlindungan dan perlakuan yang layak.

Anak - anak yang mengalami kekerasan (paling tidak dibawah umur 18 tahun) akan merasakan dampak akibat perlakukan tersebut. Dengan alasan ingin anak menjadi lebih baik dan tidak nakal justru kekerasan justru akan membuat mereka semakin agresif dan nakal. Mereka juga tumbuh menjadi anak yang keras kepala serta seiring bertumbuh, mereka bisa saja menganggap orangtua sebagai 'musuh' yang menjadikan tidak berbagi masalah mereka kepada orangtuanya. Ini menyebabkan mereka menjadi introvert.

Miris hati menyaksikan di depan mata sendiri kekerasan pada anak. Bukan saya. Tetapi lagi-lagi anak-anak yang bahkan belum bersekolah.

Kemarin di toko roti, di belakang saya ada ibu muda yang saya perkirakan adalah 'orang kaya baru', bersama putra dan putrinya. Anaknya lucu-lucu, menggemaskan. Mungkin sekitar 3 dan 5 tahun. Mereka saya lihat sedang memegang capit untuk mengambil roti. Bukan memegang dalam hal menggenggam sih tetapi lebih kepada menyentuh bahkan tidak menggeser capit dari posisinya.

Kemudian apa yang terjadi? Si ibu tadi membentak,"ABANG! JANGAN DIPEGANG, ADEK NYA JADI IKUT-IKUTAN!" Dia menggerutu. "SINI!"

Saya yang mendengar dan bukan orang yang dibentak saja merasa,'duh ya Tuhan'. Nyeri sekali di dada menyaksikan seperti itu.

Si anak lelaki pun berjalan menuju ibunya dengan menunduk dan memeluk mainannya, disusul adik perempuannya. Ibunya mencubit mereka.

"BERDIRI DISITU!" Si ibu itu menyuruh anaknya berdiri di pojokan dekat meja. Cahaya lampu yang menerangi khas toko roti di mal mengenai wajah anak-anak tidak bersalah itu. Mereka memandangi ibunya dengan wajah penuh ketakutan sambil memeluk mainannya. Terbaca dari mata mereka. Kemudian mereka menunduk.

Nyesss.. ya ampun. Saya sendiri juga memang tidak bisa berbuat apa-apa. Tapi apa pantas orangtua melakukan seperti itu pada anak anak seperti mereka? Di depan umum pula?

Orangtua seakan-akan berdalih melakukan itu berupa nasihat supaya anak mereka disiplin, tapi apa yang terjadi? Mereka justru menciptakan manusia brutal-soon-to-be. Sad reality.

Waktu saya SD, di lingkungan saya, sudah menjadi 'pemandangan' yang biasa menyaksikan kekerasan seperti itu. Ada anak-anak yang masih balita juga dipukuli ibunya menggunakan sapu, dicubit hingga membiru bekasnya, dijewer bahkan ditampar di depan rumahnya dan menjadi tontonan publik. Bukan hanya pada satu anaknya, tetapi kepada ketiga anaknya yang masih kecil-kecil. Padahal anak-anaknya tidak nakal,lho.
Ibunya tidak akan berhenti ‘menyiksa’ mereka sebelum ibunya mengucap kata,”BILANG AMPUN TIDAK? AMPUN?!” Dan begitu anaknya bilang ‘Ampun ,Maaa, Ampuuun.' sambil menangis menahan sakit pun tidak langsung digubris, masih ’diceramahi’ sambil tetap melengserkan pukulannya.

Saya yakin, orang yang menyaksikan itu ingin menolong tetapi lagi-lagi mindset bahwa itu urusan orangtua dan anaknya belum bisa dirubah. Dan memang secara logika, kita memang tidak siapa-siapanya mereka.
Ada lagi, waktu itu hanya karena anaknya telat pulang ke rumah dari sekolah, tanpa menanyai kenapa telat – waktu itu belum zaman telepon genggam di anak sekolahan, orangtuanya langsung marah-marah dan menyuruh anaknya pergi terserah mau kemana dan tidak membuka kan pintu untuknya.

Beberapa waktu lalu, beberapa kerabat yang saya kenal di twitter (berbeda domisili) mengupdate, ada orangtua yang pas makan melempar anaknya dengan tisu, ada yang menendang anaknya.

Ini, perlakuan yang salah.

Mereka menganggap apa yang mereka lakukan sudah benar dan membuat anak jera dan disiplin, mereka menganggap diri merekalah yang benar karena sudah lebih banyak tahu dari anak-anak mereka, mereka ingin lebih dihormati, ingin lebih didengarkan dan mengatur. Posisi anak? Mereka dicap bandal, tidak mengikuti kemauan orangtua, harus mendengarkan. Seperti jadi robot dan mainan orantua saja.

 Apa salahnya sih bertanya dulu? Apa salahnya diberitahu baik-baik. Apa salahnya memberikan anak teladan yang baik untuk di contoh dan mengajarkan mereka dengan hal-hal yang interaktif untuk menyampaikan nasihat.

Di sekolah juga banyak terjadi, perlakuan guru kepada siswanya. Seperti menendang bagian dada anak didiknya ketika melakukan sebuah kesalahan yang sebenarnya tidak fatal dan masih wajar, memukul kepala-tangan-kuku jika ribut di kelas atau tidak mengerjakan tugas dan tidak tahu mengerjakan saat disuruh, melempar siswa dengan kapur/spidol, melempar siswa dengan penghapus yang 90% kayu atau bantalan penghapus penuh kapur.

Kekerasan pada anak tidak hanya sekedar perlakuan fisik saja. Tetapi excessive verbal juga. Seperti mengucapkan kata-kata kasar kepada anak, bernada tinggi bersifat menekan dan memaksa anak juga termasuk kekerasan pada anak.

Bahkan menelantarkan anak saat sakit dan terlambat memasukkan dia sekolah disaat umurnya sudah cukup juga merupakan bentuk child abuse.

Semua kekerasan pada anak ini dinamakan mistreatment atau salah memperlakukan. Tidak akan menjadi lebih baik ketika anak-anak apalagi balita diperlakukan demikian, tidak akan menciptakan dan menumbuhkan anak dengan perkembangan fisik dan mental yang baik apalagi disiplin.

Ayolah, mereka masih anak-anak. Kesalahan apa sih yang diperbuat anak-anak sehingga membuat orangtua begitu merasa malu ketika anaknya berbuat kesalahan kecil seperti itu? 

Bukankah mereka yang menginginkan anak? Kenapa tidak dididik sebaik mungkin? Kenapa begitu kelihatan menyianyiakan mereka? 

Banyak lho orang yang ingin sekali punya anak, tetapi belum dikasih sama Tuhan. Sedih sekali melihat realita seperti ini bagi mereka yang tidak menghargai pemberian Tuhan dan atas permintaan mereka pula :(

Berbahagialah saya dan adik-adik saya yang tidak pernah mendapatkan perlakukan seperti itu dari orangtua kami.

Tolong, kepada siapapun, jangan biarkan kekerasan pada anak meraja lela di masyarakat. Pleaseee.


Dear you,
May God bless you, kids.



Sunday, December 02, 2012

December? Is that You?

Oh, hai Desember!

Kita berjumpa lagi.

Kau cepat sekali datang. Cepaaaaaaaaaaat sekali. Aku masih ingat tahun lalu. Masih dengan sangat jelas terekam dan aku bisa putar ulang sesuka hatiku. Waktu itu, aku sendiri menghabiskanmu tahun lalu. Tanpa bapak, mamak, Made dan Arie untuk pertama kalinya.

Tahun ini juga begitu. Kali ini aku akan lebih siap :)

Aksesoris natal sudah ada dimana-mana. Semua orang bergembira menyambutmu tanpa memandang agama apa. Karena bagi kebanyakan Desember adalah Hari Jumat nya tahun! Benar,kan?

Desember,
Aku sudah sampai padamu. Bulan akhir dari tahun 2012. Sudah banyak yang terjadi. Banyaaaaaaaaaak sekali. Aku bahagia bisa bertemu dengan orang-orang baru. Aku bisa belajar banyak hal dari yang baru. Ternyata, setahun itu cepat ya kalau kita menjalaninya tidak dengan melakukan hal yang monoton sehingga waktunya tidak terbuang dengan percuma.

Jujur saja, resolusi tahun ini banyak yang tidak kesampaian. Tidak apa-apa sih. Mungkin belum waktunya dan aku belum maksimal mencapainya. Ingatkan, tahun lalu aku membisikkan apa-apa saja resolusiku kepadamu? Keep it yaaa, aku akan mencapai mereka semua! Resolusi yang kubisikkan itu lagi pula resolusi jangka panjang,kan? Tidak mesti di tahun ini :)

Banyak yang tidak aku tahu tentangmu, Desember! Aku ingin berkenalan lebih jauh denganmu. Aku sudah bertemu denganmu 19 kali! Dan masih sedikit kutahu tentangmu.

Aku akan baik-baik padamu, dan kau juga baiknya baik padaku. Deal?! Hihihi.

Oke oke, biarkan aku menggenggammu tahun ini. Aku ingin kita bersama-sama. Akan kuikuti maumu dan kau mendukung apa yang aku lakukan. Oke? We work together. 
Another hihihi aja deh :)

Aku memang berharap merayakan natal dan tahun baru bersama Bapak, Mamak, dan kedua adekku Made dan Arie. Tapi kalender akademik kampus berkata lain :')

Baiklah..
Mari saling berpegangan, Desember :)

Blank Stare Kaoani Blank Stare Kaoani